LITERATURE
REVIEW OF MY RESEARCH
I. Knowledge Management (KM),
Definisi dan Penjabaran
Knowledge
diakui sebagai senjata penting dalam mepertahankan keunggulan kompetitif dan
mampu meningkatkan kinerja. Tin Chang, (2011) menyatakan bahwa abad ke-21
merupakan abad peralihan menjadi knowledge economy, dimana
proses knowledge dibeberapa perusahaan dapat dikatakan berhasil dalam
meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam hal ini, dilihat dengan bagaimana perusahaan
mempertinggi kemampuan organisasi untuk mendorong kinerja internal dan daya
saing eksternal hingga mampu melewati kreasi knowledge management yang
efektif sebagai pekerjaan yang kritis.
1.1 Definisi KM
Tidak
ada definisi yang pasti untuk knowledge management. Hal ini membuat para
peneliti memutuskan untuk memberi pengertian menurut pemahaman mereka.
"Nonaka
dan Konno, (1998, pp 40-54) mengemukakan bahwa knowledge dibentuk dalam knowledge
platform yang muncul di dalam masing-masing individu, kelompok kerja,
kelompok proyek, rapat sementara, e-mail, dan saat bertatap muka dengan
konsumen. "
Meskipun
pada akhirnya tidak ada definisi yang pasti untuk knowledge management,
namun ada salah satu definisi yang seringkali digunakan yaitu berasal dari American
Productivity and Quality Centre (APQC).
"Knowledge
management adalah sebuah pendekatan yang sistemik yang membantu muncul dan
mengalirnya informasi dan knowledge kepada orang yang tepat pada saat
yang tepat untuk menciptakan nilai".
Didalam
penerapannya knowledge management terbagi menjadi dua yaitu, tacit
knowledge dan explicit knowledge. Berdasarkan pengertiannya tacit
knowledge dikategorikan sebagai personal knowledge (knowledge
yang diperoleh dari individu/perorangan), sedangkan explicit knowledge merupakan
segala bentuk knowledge yang telah direkam dan didokumentasikan sehingga
nantinya lebih mudah untuk dikelola dan didistribusikan.
Terdapat
empat alasan utama mengapa KM menjadi sangat penting dalam menjalankan
organisasi (Dalkir, 2005) :
a.
Globalization
of business,
yang menyebabkan organisasi harus menerapkan segala sesuatu yang
bersifat global dalam lingkungan kerjanya, seperti multisite, multilanguage
dan multicultural.
b.
Learner
organizations.
Globalisasi menuntut organisasi untuk bergerak lebih cepat, namun juga
membutuhkan pekerja yang cerdas, yang mau belajar untuk maju dan memperbaiki
diri.
c.
“Corporate
amnesia”. Pada masa dimana segalanya menjadi lebih mudah dan dekat, membuat
seseorang dapat hidup dalam berbagai macam komunitas, dalam jangka waktu yang
berbeda. Keadaaan ini menyebabkan menurunnya kemampuan pembelajaran dalam
organisasi, jika pengetahuan tersebut tidak diolah dengan baik.
d.
Technological
advanced.
Teknologi membuat komunikasi menjadi semakin mudah, menyebabkan ekspetasi
seseorang terhadap sesuatu berubah, misalnya laporan yang dulu diterbitkan
setiap bulan, dituntut untuk diterbitkan setiap minggu, atau setiap hari dengan
adanya kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi. Hal ini menyebabkan seseorang
dituntut untuk terus belajar.
Selain itu, KM juga memiliki manfaat
bagi setiap individu yang ada dalam organisasi tersebut, antara lain:
[1] Meningkatkan kinerja individu tersebut, karena dengan adanya KM, banyak
pekerjaan yang dapat diselesaikan tanpa menunggu pihak lain.
[2] Meningkatknya sense of belonging
terhadap organisasi, karena dengan adanya kegiatan knowledge sharing, pemberian penghargaan dan lain sebagainya,
menjadikan hubungan antar karyawan dan karyawan dengan organisasi menjadi lebih
baik.
[3] Dengan adanya ‘paksaan’ untuk belajar, membuat seseorang memiliki
pengatahuan yang up-to-date. Dengan
terbentuknya individu yang mau belajar dan berbagi, secara otomatis akan
terbentuk suasana kerja yang nyaman dan produktif, yang berdampak positif bagi
kelangsungan hidup organisasi tersebut.
1.2 Knowledge Asset di
perusahaan
Knowledge
asset menggambarkan
sumber daya strategis dan merupakan sumber penciptaan nilai sebuah organisasi.
Dalam sebuah jurnal (Schiuma, 2012) menyatakan bahwa telah banyak kontribusi
baik teoritis maupun empiris untuk menyelidiki betapa pentingnya knowledge
asset dalam menentukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan nilai
bagi para pemangku kepentingan. Dalam beberapa dekade terakhir banyak
perusahaan sengaja menyediakan pimpinan dengan kerangka kerja yang terstruktur
untuk menemukan, menerapkan, berkomunikasi dan menilai sebuah strategi dengan
melihat knowledge asset yang dimilikinya. Dengan kata lain, knowledge
asset merupakan hal terpenting dalam sebuah perusahaan, yang terdiri dari
input, proses dan output. Sebagai contoh, kepercayaan antar personil merupakan
hasil dari proses informasi dan pembentukan pengetahuan di dalam sebuah
organisasi. Aramburu (2006, pp 157-168), menyatakan bahwa aset sendiri dapat
dikategorikan menjadi 4 tipe:
1. Experiental knowledge asset, berisi dari tacit knowledge
yang dibangun dari pengalaman-pengalaman karyawan. Dari asset knowledge ini,
perusahaan dapat menggunakannya untuk mengetahui value waktu dan uang di
benak karyawan dari kegiatan yang biasa dilakukan oleh para karyawan tersebut.
2. Conceptual knowledge asset, berisi explicit knowledge
yang dapat dituangkan menjadi gambar, symbol, ataupun tulisan. Dari asset ini
biasanya perusahaan dapat mengetahui value waktu dan uang yang sudah
tertuang ke dalam konsep atau sudah menjadi standar.
3. Systemic knowledge asset, berisi dari explicit knowledge
yang dikemas dengan sistematis. Ini biasa disebut asset informasi, contohnya
seperti teknologi, manual, dokumen-dokumen, informasi mengenai pelanggan dan
pemasok, spesifikasi produk. Asset ini memiliki resiko yang sangat
tinggi, karena merupakan hal penting bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis
prosesnya.
4. Routine knowledge asset, berisi tacit knowledge yang
sudah tertanam dan menjadi regulasi dalam operasional dan mengandung culture,
praktek, dan prosedur dalam perusahaan tersebut. Contohnya proses bisnis,
sistem informasi, dan database.
2. Knowledge Audit (KA)
Pengertian
knowledeg audit atau yang disingkat dengan KA banyak disalahartikan. Knowledge
audit lebih pada penilaian kualitatif untuk mengetahui kondisi kesehatan
pengetahuan sebuah organisasi.
2.1 Definisi Knowledge Audit
Knowledge
audit merupakan
tingkatan pada program knowledge management karena knowledge audit dapat
membantu untuk menyediakan proses identifikasi, kualifikasi, pengukuran dan
penialaian yang akurat terhadap tacit knowledge dan explicit
knowledge dalam sebuah organisasi (Cheung, 2007).
Knowledge audit dapat diartikan sebagai rencana
dokumen, yang mana dapat menyediakan overview
yang tersuktur dalam sebuah desain knowledge
organisasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan se-detail
mungkin (Debenham, 2007).
Dalam
knowledge audit juga disediakan
evaluasi berdasarkan bukti dimana sangat dibutuhkan dalam pengelolaan
pengetahuan organisasi. Hal ini dapat dengan jelas digunakan untuk menunjukkan
kebutuhan pengelolaan pengetahuan dalam organisasi dengan melihat kekuatan,
kelemahan, peluang, tantangan dan resikonya.
Keuntungan
Keuntungan
dari knowledge audit adalah :
a.
Membantu organisasi mengidentifikasi secara
jelas pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk mendukung keseluruhan tujuan
organisasi dan aktivitas individu dan tim
b.
Memberi bukti nyata tingkat pengetahuan mana
yang di kelola secara efektif dan indikasi dimana dibutuhkan peningkatan
c.
Menyediakan laporan pengetahuan berdasarkan
bukti yang berada dalam organisasi, dan bagaimana pengetahuan bergerak
didalamnya dan digunakan oleh organisasi
d.
Menyediakan peta keberadaan pengetahuan di
organisasi dan dimana berada, menunjukkan kesenjangan dan duplikasi
e.
Menunjukkan tempat penyimpanan pengetahuan yang
saat ini tidak dimanfaatkan dengan baik dan untuk menawarkan potensi itu.
f.
Menyediakan peta pengetahuan dan arus komunikasi
dan jaringan, menunjukkan praktek yang baik dan halangan dan hambatannya
g.
Menyediakan tempat penyimpanan asset
pengetahuan, memberikannya menjadi lebih kelihatan dan lebih bisa diukur dan
dipertanggungjawabkan dan memberikan pemahaman yang jelas dari kontribusi
pengetahuan untuk pelaksanaan organisasi
h.
Menyediakan informasi vital untuk pengembangan
program pengelolaan pengetahuan yang efektif dan inisiatif yang berkaitan
langsung dengan kebutuhan pengetahuan khusus organisasi dan situasi saat ini
Ada berbagai pendekatan untuk mengadakan knowledge audit,
dengan berbagai tingkat ulasan dan ketelitian. Sebagian besar knowledge audit
akan melibatkan :
·
Identifikasi kebutuhan pengetahuan
Pendekatan
umum untuk mengumpulkan informasi ini termasuk survey berdasar kuesioner,
interview dan fasilitas kelompok diskusi atau kombinasi diantaranya. Dalam
menanyakan orang tentang kebutuhan pengetahuan, ini penting untuk menyediakan
titik focus, pengetahuan dapat dilihat sebagai konsep dan oleh karena itu sulit
untuk diartikulasikan.
·
Menyiapkan inventarisasi pengetahuan
Inventaris
pengetahuan adalah semacam “stock-take” untuk mengidentifikasi dan mengetahui
asset pengetahuan atau sumber daya melalui organisasi. Itu termasuk menghitung
dan mengkategorisasi pengetahuan eksplisit dan tacit organisasi.
·
Menganalisis
alur pengetahuan
Analisis alur pengetahuan melihat
pengetahuan eksplisit dan tacit, dan pada orang, proses dan sistem:
a.
Fokus
pada : sikap, kebiasaan dan tingkah laku, ketrampilan, berbagi dan penggunaan
pengetahuan
b.
Untuk
proses, akan melihat bagaimana orang-orang dengan aktifitas kerja dan bagaimana
mencari pengetahuan, berbagi dan menggunakan pengetahuan adalah bagian dari
kegiatan tersebut
c.
Disisi
sistem, beberapa evaluasi membutuhkan kemampuan kunci yang akan digunakan dalam
beberapa kegiatan yang direkomendasikan atau solusi. Ini termasuk infrastruktur
teknik: sistem IT, content management, dll.
d.
Analisis
alur pengetahuan akan memberikan identifikasi kesenjangan pada pengetahuan yang
dimiliki organisasi dan wilayah duplikasi.
·
Menciptakan
peta pengetahuan
Peta pengetahuan adalah representasi
visual dari pengetahuan organisasi. Ada 2 pendekatan umum untuk pemetaan
pengetahuan
a.
Peta
sumber daya dan asset pengetahuan, menunjukkan keberadaan pengetahuan dalam
organisasi dan dimana itu dapat ditemukan
b.
Alur
pengetahuan, menunjukkan bagaimana pengetahuan bergerak dari mana dan kemana
itu dibutuhkan
2.2 Komponen KA
Mearns (2008), menyatakan bahwa knowledge audit terdiri dari tiga
komponen, yaitu: identification,
qualification, dan measurement.
2.2.1 Knowledge Identification
Dalam
tahap ini, knowledge diidentifikasi
dengan melihat knowledge apa saja
yang dibutuhkan dalam sebuah organisasi. Umumnya knowledge pada perusahaan besar sudah ditangkap dan didistribusikan
pada tools atau repository.
2.2.2 Knowledge Qualification
Setelah
dilakukan identifikasi maka langkah selanjutnya adalah dengan membuat
pengelopokan knowledge apa saja yang
dianggap penting dan tidak penting. Dengan begitu organisasi dapat lebih
efisien dalam mejalankan program knowledge
management.
2.2.3 Knowledge Measurement
Langkah
terakhir yaitu dengan mengukur dan menilai apakah knowledge yang tersedia dan telah ditangkap oleh organisasi sudah
benar atau belum. Hal ini dapat bertujuan untuk mengetahui kelemahan,
keunggulan, ancaman, resiko dan peluang sebuah knowledge.
3. Business Process
Proses bisnis
merupakan inti dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan karena
proses bisnislah yang mendaya gunakan seluruh sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Proses bisnis yang dimiliki perusahan satu dengan yang lainnya
pastilah berbeda atau memiliki keunikan sesuai dengan karakteristik dari bidang
usaha yang dijalankan perusahaan tersebut.
Lebih dari satu dekade, proses bisnis menjadi
hal yang menarik bagi peneliti maupun praktikan. Para ahli mendefinisikan
proses bisnis secara berbeda-beda. Proses bisnis merupakan serangkaian
aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan bisnis (Han,
2009).
Sedangkan Trakman (2010), mendefinisikan proses bisnis
sebagai serangkaian aktivitas yang secara lengkap dan dinamis telah
terkoordinasi yang harus dilaksanakan untuk menyampaikan value ke pelanggan atau untuk memenuhi tujuan jangka panjang
perusahaan.
3.1 Pemetaan Bisnis Proses
Pemetaan
bisnis proses dapat dilakukan dengan jalan merinci bisnis proses perusahaan
dengan menggunakan berbagai tools yang
ada. Dalam hal ini, nantinya akan dilakukan pemetaan dengan menggunakan IDEF0. IDEF (Integration DEFinition)
adalah nama yang biasa digunakan untuk menunjukkan klasifikasi dari bahasa
pemodelan sebuah perusahaan. IDEF biasa digunakan untuk aktivitas pemodelan
yang diperlukan untuk mendukung analisis sistem, disain, kemajuan atau
pengintegrasian. Sebenarnya IDEF bertujuan untuk meningkatkan komunikasi antara
orang-orang yang ingin mengerti tentang sistem, saat ini IDEF digunakan untuk
dokumentasi, pemahaman, disain, analisa, perencanaan dan pengintegrasian.
3.2 Business Performance
Hyeon
(2004), menyatakan bahwa “ Performance or
business performance is both financial and organizational”.
Kinerja
keuangan berpengaruh langsung terhadap bagaimana cara sebuah produk atau servis
mampu hadir ke publik. Banyak cara dalam menghitung kinerja keuangan, beberapa
diantaranya adalah revenue, economic
value added (EVA), dan profit. Umumnya fakta dari pengembangan
keuangan perlu dilakukan terlebuh dahulu sebelum melakukan program knowledge management.
Berbeda
dengan financial performance yang lebih
mudah diukur, organizational performance sangat
sulit untuk diukur, sehingga dapat ditunjukkan dengan melihat dari berapa
jumlah ide baru yang muncul, jumlah produk baru, dan tingkat kepuasan.
5. Hubungan Business Performance dan Knowledge
Management
Jung (2006), mengemukakan bahwa ada dua hal yang menunjukkan
keterkaitan antara knowledge management dengan business
process, yaitu:
“First, knowledge is used by performers of
business processes and new knowledge is created as result of business process”.
“Second, Information about a process
itself and process execution results is valuable corporate knowledge”.
Dengan penerapan knowledge management yang baik maka akan
mempengaruhi kinerja perusahaan sehingga akan berujung pada peningkatan kinerja
bisnis perusahaan. Namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka akan
terjadi penyumbatan pada aliran bisnis proces perusahaan dan akan berakibat
pada semakin menurunnya kinerja bisnis perusahaan.
5. IMPaKT
Sebuah strategi knowledge management tidak boleh hanya berfokus pada memfasilitasi
perubahan dari beberapa tipe knowledge
di organisasi, namun juga diharapkan mampu menyediakan mekanisme evaluasi untuk
mengukur efektifitas dan efisiensi dari strategi tersebut.
Hyeon, (2004)
menyatakan bahwa terdapat tiga kerangka kerja dari knowledge transformation (IMPaKT) yang telah yang telah
dikembangkan untuk menghubungkan knowledge
management dan performance
improvement.
6. Metode KP3
Singkatnya
metode KP3 merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menilai
seberapa besar kontribusi knowledge di dalam kinerja bisnis perusahaan (business performance). Pada dasarnya
blok dari metode ini terdiri empat komponen, yaitu: knowledge, Process, Product, dan
Performace.
Gb.
Overview KP3 Metodelogi
Gap Penelitian:
Dari beberapa jurnal disebutkan bahwa knowledge merupakan hal yang sulit untuk diukur sehingga sebagian besar dari mereka hanya melakukan penelitian sebatas melihat apakah knowledge yang diterapkan sudah baik dan memenuhi syarat perusahaan. Hanya beberapa jurnal yang meneliti business performance dengan penerapan knowledge management, tetapi tidak menghasilkan perhitungan dampak business performance dan knowledge management. Sehingga penelitian selanjutnya bertujuan untuk melihat adakah dampak hubungan antara business performance dengan knowledge management dan menghitung profit yang dihasilkan dengan menerapkan KM yang baik.
Referensi
N. Aramburu, J. Sáenz & O.
Rivera. (2006) Fostering innovation and knowledge creation: the role of
management context. Journal of Knowledge Managemen, vol. 10, no. 3,
pp.157-168.
Han, K. H. (2009). Two-Stage Process Analysis Using The
Process-Based Performance Measurement Framework and Business Process
Simulation. Expert System With Applications, 7080-7086.
Trakman, P. (2010). The Critical Success Factors of Business
Process Management . International Journal of Information Management, 30,
125-134
C.F. Cheung, dkk. (2007). A
systematic approach for knowledge
auditing: a case study in transportation sector, International Journals.
Jae-Hyeon, dkk. (2004). Assessing
the contribution of knowledge to business performance: the KP3 Methodology,
International Journals.
Patricia M Carrillo, dkk. (2003).
IMPaKT: A Framework for linking knowledge management to business performance, International Journals.
Jung. Jisoo, dkk. (2006). An
integration architecture for knowledge management systems and business process
management systems. Computers in Industry, no. 58, pp. 21-34.